versandkostenfrei nach Österreich & Deutschland ab 160€ bestellen!

Harimau Tasmania: Predator Puncak Marsupialia yang Punah

Harimau Tasmania: Predator Puncak Marsupialia yang Punah

Harimau Tasmania (Thylacinus cynocephalus), juga dikenal sebagai tilasin atau serigala Tasmania, adalah mamalia marsupial karnivora terbesar di zaman modern, yang kini dianggap punah. Hewan ikonik ini, dengan rmstreeteranimalnutrition.com corak belang khas di punggungnya yang mengingatkan pada harimau, pernah berkeliaran di daratan utama Australia, Papua Nugini, dan bertahan lebih lama di Pulau Tasmania hingga kepunahan tragisnya pada abad ke-20.

Makhluk unik ini adalah contoh klasik evolusi konvergen, di mana ia mengembangkan banyak kemiripan fisik dengan anggota famili anjing (Canidae) di Belahan Bumi Utara, meskipun secara biologis tidak berkerabat dekat dengan mereka. Harimau Tasmania mengisi relung ekologis yang mirip dengan serigala atau anjing hutan, berfungsi sebagai predator puncak yang memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistemnya.

Pola Makan dan Perilaku Berburu

Sebagai karnivora sejati, makanan harimau Tasmania secara eksklusif terdiri dari daging hewan lain. Berdasarkan analisis tulang belulang, catatan sejarah, dan pengamatan di penangkaran, para ilmuwan telah mengumpulkan gambaran tentang apa yang dimakan hewan ini dan bagaimana cara mereka berburu.

Mangsa Utama di Alam Liar

Diet harimau Tasmania di alam liar diyakini sebagian besar terdiri dari marsupial kecil hingga sedang. Mangsa utama mereka meliputi:

  • Wallabi dan pademelon (marsupial herbivora kecil yang mirip kanguru).
  • Posum dan bandikut (marsupial kecil lainnya).
  • Rodentia kecil dan burung, termasuk wombat muda dan ekidna (landak semut).

Harimau Tasmania juga diketahui memakan bangkai atau melakukan aktivitas pemulungan sesekali.

Metode Berburu yang Diperdebatkan

Ada perdebatan di kalangan ilmuwan mengenai metode berburu harimau Tasmania. Beberapa penelitian biomekanik terbaru, yang menganalisis struktur tulang dan kekuatan rahang, menunjukkan bahwa harimau Tasmania memiliki rahang yang relatif lemah. Studi-studi ini menyimpulkan bahwa mereka mungkin tidak mampu menangani mangsa yang jauh lebih besar dari ukuran tubuhnya sendiri (mungkin tidak lebih besar dari sekitar 5 kg), dan lebih cocok menjadi predator penyergap (ambush predator) yang mengandalkan keheningan dan serangan kejutan daripada pengejaran jarak jauh. Anatomi siku dan tungkai depan mereka yang fleksibel mendukung teori gaya berburu yang mirip kucing ini, yang memungkinkan mereka bergulat dengan mangsa pada jarak dekat.

Namun, para penjerat dan pengamat awal melaporkan bahwa hewan ini berburu secara tunggal atau berpasangan, sering kali di malam hari, dan akan mengejar mangsanya hingga kelelahan, menunjukkan kombinasi unik antara stamina dan kecerdikan.

Konflik dengan Manusia dan Kepunahan

Setelah kedatangan pemukim Eropa, harimau Tasmania dilaporkan memangsa domba dan unggas, meskipun tingkat predationya kemungkinan besar dibesar-besarkan. Persepsi sebagai hama ternak ini menyebabkan perburuan yang intensif, dengan imbalan (bounty) yang ditawarkan oleh pemerintah dan perusahaan swasta untuk setiap harimau Tasmania yang dibunuh. Perburuan berlebihan, ditambah dengan penyakit, hilangnya habitat, dan persaingan dari anjing liar (dingo di daratan utama, anjing liar di Tasmania), mendorong spesies ini menuju kepunahan. Harimau Tasmania liar terakhir diyakini telah ditembak pada tahun 1930, dan spesimen terakhir yang diketahui, bernama Benjamin, mati di penangkaran Kebun Binatang Hobart pada tahun 1936.